Kronikdaily.com (Jakarta) — Ribuan warganet kini membahas fenomena gagal bayar (galbay) pinjaman online (pinjol) di media sosial. Grup Facebook dan Telegram dengan nama “galbay” makin menjamur. Isinya, diskusi dan tips menghindari jeratan utang dari aplikasi pinjaman online.
Banyak pengguna mengeluh tidak mampu melunasi utang karena bunga dan denda yang terus membengkak. Beberapa bahkan mendapat tagihan dari aplikasi yang tidak pernah mereka gunakan.
Seorang pengguna menulis, “Sudah capek gali lubang, tutup lubang.” Komentar lain menyarankan, “Jangan takut, teror balik saja debt collector-nya.”
BACA JUGA: Utang Pinjol Membengkak, 90% Kredit Macet dari Generasi Milenial dan Gen Z: ini Alasannya
Masyarakat Tertekan, Gagal Bayar Jadi Pilihan Terpaksa
Febri (33), warga Palembang, mengaku tidak sanggup membayar utang di dua aplikasi pinjol dan satu paylater. Nilai utang terbesarnya mencapai Rp3,6 juta, belum termasuk denda keterlambatan.
“Awalnya saya kira bunganya kecil, tapi denda keterlambatan sangat besar. Akhirnya saya galbay,” katanya.
Ia mengaku sering mendapatkan telepon debt collector, namun belum pernah ada ancaman atau kunjungan ke rumah. Beberapa aplikasi hanya mengirimkan foto lokasi dan memberi tenggat waktu singkat untuk melunasi.
Galbay Merajalela Akibat Kondisi Ekonomi
Rohmen, warga Bandar Lampung, juga memutuskan galbay karena pengajuan pinjaman barunya terus tertolak. Ia memiliki utang di lima aplikasi dengan nominal kecil, rata-rata Rp300.000.
“Awalnya niat bayar. Tapi, karena tertolak terus padahal butuh uang, saya akhirnya galbay semua,” keluhnya.
Ia juga menyebut pernah mendapatkan ancaman akan didatangi ke kantor. Namun, tak pernah benar-benar terjadi. Dia kini tak lagi menerima teror dan memilih berhenti menggunakan pinjol.
Asosiasi Fintech Prihatin, Galbay Bisa Picu Krisis Kepercayaan
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar, menyayangkan tren galbay yang menjadi ajakan publik. “Ini pelanggaran hukum secara perdata. Mental pinjam tapi tidak mau bayar harus berhenti,” ujarnya.
AFPI sedang berkoordinasi dengan OJK untuk menindak tegas gerakan tersebut. Mereka juga menyediakan layanan pengaduan “Jendela” bagi peminjam yang ingin restrukturisasi.
Setiap tahun, AFPI menerima sekitar 200 aduan yang umumnya berujung pada pengurangan bunga, perpanjangan jatuh tempo, atau penarikan cicilan.
Galbay Akibat Tekanan Hidup, Bukan Niat Jahat
Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menyebut fenomena itu muncul karena tekanan ekonomi yang berat. Banyak masyarakat kehilangan pekerjaan, pendapatan menurun, dan harga kebutuhan naik.
“Banyak orang merasa galbay jadi satu-satunya jalan keluar. Mereka membentuk komunitas yang saling membenarkan keputusan itu,” ujarnya.
Ia juga menekankan mayoritas masyarakat sebenarnya tidak ingin gagal bayar. Namun, kondisi memaksa mereka mencari celah untuk keluar dari utang.
Risiko Gagal Bayar Pinjol, dari SLIK hingga Stres Mental
AFPI mengingatkan sejumlah risiko jika gagal bayar pinjol:
- Masuk daftar hitam SLIK: Sulit ajukan pinjaman di bank atau lembaga resmi.
- Bunga dan denda membengkak: Bunga pinjaman legal maksimal 8% per hari, denda keterlambatan maksimal 100% dari pokok pinjaman.
- Teror penagihan: Melalui telepon, SMS, email, hingga kunjungan debt collector.
- Dampak psikologis: Stres, cemas, hingga gangguan tidur.
Penjelasan OJK Soal Galbay
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat berpikir matang sebelum meminjam. Mereka menekankan pentingnya kemampuan bayar agar tidak terjebak dalam praktik gali lubang tutup lubang.
“Gunakan pinjol legal. Jangan sengaja tidak membayar. Itu merugikan semua pihak,” tulis OJK dalam pernyataan resminya.
Mulai 31 Juli 2025, semua penyelenggara pinjol wajib menjadi pelapor SLIK. OJK juga melarang pemberian pinjaman ke debitur yang memiliki utang dari tiga aplikasi atau lebih.
Tren gagal bayar pinjaman online mencerminkan tekanan ekonomi yang masyarakat rasakan. Di tengah bunga tinggi dan penghasilan yang menipis, warganet mencari cara bertahan. Namun, langkah itu bisa menimbulkan konsekuensi hukum dan psikologis.
Pemerintah dan penyedia pinjol harus memperkuat edukasi finansial dan mempercepat perlindungan terhadap konsumen. Jangan sampai galbay menjadi solusi massal yang justru menjerumuskan banyak orang lebih dalam ke jurang krisis.