Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Konflik Iran-Israel Mengancam Pasokan Energi, ini yang Harus Indonesia Lakukan

×

Konflik Iran-Israel Mengancam Pasokan Energi, ini yang Harus Indonesia Lakukan

Sebarkan artikel ini

Meski belum menunjukkan dampak langsung, potensi guncangan pasokan minyak dan gas tetap mengintai.

Penampakan Selat Hormuz dari citra satelit. Google Maps
Penampakan Selat Hormuz dari citra satelit. Google Maps

Kronikdaily.com (Jakarta) — Konflik berkepanjangan antara Iran-Israel memicu kekhawatiran di pasar energi global, termasuk Indonesia. Meski belum menunjukkan dampak langsung, potensi guncangan pasokan minyak dan gas tetap mengintai.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, meminta pemerintah segera mengambil langkah antisipatif di tengah konflik Iran-Israel. Ia menilai pasokan energi nasional perlu diamankan sedini mungkin. “Indonesia harus memperkuat kontrak perdagangan minyak dan gas dengan negara mitra,” ujar Wijayanto di Jakarta.

Selat Hormuz Krusial, Risiko Gangguan Tak Bisa Diabaikan

Saat ini harga minyak dunia masih stabil. Brent tercatat di level 72,16 dolar AS per barel, sedangkan WTI di angka 73,92 dolar AS. Namun, harga sewaktu-waktu bisa melonjak.

BACA JUGA: Harga Emas Turun Usai Trump Tunda Keputusan Serangan ke Iran Selama Dua Pekan

Iran memproduksi 1,5 persen minyak dunia dan 6,5 persen gas bumi global. Sementara Selat Hormuz menjadi jalur utama bagi 20 persen ekspor minyak dan 30 persen ekspor gas dunia. “Selat Hormuz sangat strategis. Kalau terganggu, dampaknya bisa besar terhadap suplai energi global,” ujarnya.

AS, Rusia, dan China Terlibat Langsung Konflik Iran – Israel?

Wijayanto meyakini konflik tak akan membesar. Sebab, Amerika Serikat, Rusia, dan China menyatakan tak akan campur tangan secara militer.

Meski begitu, ancaman terhadap perekonomian Indonesia tetap nyata. Gangguan pasokan minyak dan gas bisa menekan ekspor komoditas, memperburuk neraca transaksi berjalan, dan menggoyang nilai tukar rupiah.

Ekspor Komoditas Bisa Tertekan, Rupiah Terancam Melemah

Penurunan ekspor akan memperlemah neraca transaksi berjalan. Kondisi itu membuat rupiah rawan tertekan akibat berkurangnya pemasukan devisa dari perdagangan luar negeri.

“Kalau eskalasi meningkat dan pasokan minyak terganggu, ekspor Indonesia bisa turun baik dari sisi volume maupun harga,” kata dia.

Proyek Boros Perlu Ditinjau Ulang

Wijayanto juga menyoroti pentingnya optimalisasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Pengelolaan DHE yang baik akan memperkuat cadangan devisa dan menjadi senjata Bank Indonesia menjaga stabilitas kurs rupiah.

“Proyek-proyek besar yang menyedot anggaran perlu ada tinjauan ulang. Sesuaikan dengan kapasitas fiskal agar beban APBN tidak berlebihan,” kata dia.

Pemerintah Indonesia harus segera menyusun langkah konkret menghadapi ancaman krisis energi akibat konflik Iran-Israel. Penguatan kontrak pasokan, pengelolaan ekspor, dan stabilitas fiskal menjadi kunci utama menjaga ketahanan ekonomi nasional.